Peta Potensi Banjir Sept 2019
Sumber : www.bmkg.go.id
Cuti PNS terdiri atas: a. Cuti tahunan; b. Cuti besar; c. Cuti sakit; d. Cuti melahirkan; e. Cuti karena alasan penting; f. Cuti bersama; dan g. Cuti di luar tanggungan negara.
1.Cuti Tahunan
Menurut Peraturan ini, PNS dan Calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan, yang lamanya adalah 12 (dua belas) hari kerja.
“Permintaan cuti tahunan dapat diberikan untuk paling kurang 1 (satu) hari kerja,” bunyi diktum IIIA poin 3 lampiran Peraturan ini.
Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di tempat yang sulit perhubungannya, menurut Peraturan ini, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua belas) hari kalender.
Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang bersangkutan, menurut Peraturan ini, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan.
“Sisa hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun bersangkutan dapat digunakan tahun berikutnya paling banyak 6 (enam) hari kerja,” bunyi diktum IIIA poin 9 peraturan ini.
Adapun hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua) tahun atau lebih berturut-turut, menurut Peraturan ini, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan dalam tahun berjalan.
Peraturan ini juga menegaskan, hak atas cuti tahunan dapat ditangguhkan oleh Pejabat Yang Berwenang Memberikan Cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila terdapat kepentingan dinas mendesak. Selanjutnya, hak atas cuti tahunan yang ditangguhkan dapat digunakan dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan tahun berjalan.
Mengenai PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah atau dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan, menurut peraturan ini, disamakan dengan PNS yang telah menggunakan cuti tahunan.
2.Cuti Besar
Dalam Peraturan BKN RI Nomor 24 Tahun 2017 itu disebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar paling lama 3 (tiga) bulan. PNS yang menggunakan hak atas cuti besar ini tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
“Ketentuan sebagaimana dimaksud, dikecualikan bagi PNS yang masa kerjanya belum 5 (lima) tahun untuk kepentingan agama, yaitu menunaikan ibadah haji pertama kali dengan melampirkan jadwal keberangkatan/kelompok terbang (kloter) yang dikeluarkan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan haji,” bunyi diktum IIIB poin 5 lampiran Peraturan ini.
Menurut Peraturan ini, hak cuti besar dapat ditangguhkan penggunaannya oleh Pejabat Yang Berwenang Memberikan Cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila terdapat kepentingan dinas mendesak, kecuali untuk kepentingan agama.
Selain itu, PNS yang menggunakan cuti besar kurang dari 3 (tiga) bulan, maka sisa cuti besar yang menjadi haknya dihapus.
Ditegaskan dalam Peraturan ini, selama menggunakan hak atas cuti besar, PNS yang bersangkutan menerima penghasilan PNS, yang terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan pangan sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur gaji, tunjangan, dan fasilitas PNS
3.Cuti Sakit
Setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenangng untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter.
PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud diberikan untuk waktu paling lama I (satu) tahun. Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila diperlukan, berdasarkan surat keterangan tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
PNS yang mengalami gugur kandungan, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
“Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud , PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan,” bunyi Pasal 321 ayat (2) PP ini.
4.Cuti Melahirkan
PP ini juga menyebutkan, untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PNS, berhak atas cuti melahirkan. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada PNS diberikan cuti besar. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud adalah 3 (tiga) bulan.
Untuk dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.
“Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2) PP ini.
5.Cuti Karena Alasan Penting
PNS berhak atas cuti karena alasan penting, apabila: a. ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu salit keras atau meninggal dunia; b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada huruf a meninggal dunia, dan menurut peraturan perundang-undangan PNS yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia; atau c. Melangsungkan perkawinan.
“Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti karena alasan penting paling lama 1 (satu) bulan,” bunyi Pasal 330 PP Nio. 11 Tahun 2017 itu.
6.Cuti Bersama
Presiden dapat menetapkan cuti bersama. Cuti bersama sebagaimana dimaksud tidak mengurangi hak cuti tahunan.
PNS yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, menurut PP ini, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan. Cuti bersama sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
7.Cuti di Luar Tanggungan Negara
PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus karena alasan pribadi dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. Cuti di luar tanggungan negara itu dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
“Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang paling lama I (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat (3) PP ini.
Menurut PP ini, cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan PNS yang bersangkutan diberhentikan dari Jabatannya. Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan negara harus diisi.
Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK disertai dengan alasan. “Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan PPK setelah mendapat persetujuan dari Kepala BKN,” bunyi Pasal 336 ayat (2) PP ini.
Menurut PP ini, selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, PNS yang bersangkutan tidak menerima penghasilan PNS. Dan selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
Ditegaskan dalam PP ini, PNS yang sedang menggunakan hak atas cuti dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. Dalam hal PNS dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PNS yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan Peraturan Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara).
Baca selengkapnya
PP No 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017 tentang tata Cara Pemberian Cuti PNS